Film animasi Hollywood yang biasa kita tonton dengan durasi 90-an menit
di bioskop memiliki proses panjang di balik pembuatannya. Produksi bisa
melibatkan ratusan artis dari berbagai departemen animasi. Animator
Indonesia Rini Triyani Sugianto memiliki sedikit saat ia mengerjakan
film 'The Adventure of Tintin'.
“Animasi Tintin saya kerjainnya dalam waktu 1 tahun, dan itu hanya menghasilkan adegan selama 4 menit,” curhat Rini saat workshop FILMARES Expo 2014 di Jiexpo kemayoran, Jakarta, Rabu (26/11/14).
Sebuah film animasi, baik itu animated feature seperti 'Shrek', 'Kungfu Panda', dan 'Toy Story' atau VFX animation seperti 'Iron Man', 'Transformers' dan 'The Avengers', melibatkan sangat banyak artis dengan berbagai macam disiplin yang berbeda.
Dalam tahap produksi, terdapat job title Modeler, Rigger, Animator, FX/Simulation Artist, Lighter & Compositor. Jadi tidak semuanya disebut 'animator', meskipun mereka semua memang terlibat dalam sebuah film animasi.
Sementara untuk yang memiliki job title Animator, perannya adalah menggerak-gerakan karakter digital, sesuai dengan keinginan dari sang sutradara. Tanggung jawabnya adalah memberikan 'ilusi kehidupan' terhadap karakter digital tersebut, sehingga penonton menjadi percaya kalau mereka benar-benar hidup dan memiliki 'soul'.
“Tugas saya gerakin karakter, dan ini real buatan saya, saya gabung menjadi sebuah portofolio. Portofolio itu sangat penting,” lanjut wanita lulusan S2 dari Academy of Arts di San Francisco, California.
Selain itu, Rini sempat pindah-pindah studio, sampai tempat tinggal untuk menambah jam terbangnya. Ia juga menjadi salah satu animator yang dimintai jasanya dalam pembuatan film ‘Iron Man 3’. Pengalaman dan portofolio berlabel internasional pun kian bertambah.
Setelah terlibat dalam pembuatan beberapa film Hollywood, Rini memiliki kesan tersendiri dari setiap projek yang ia kerjakan, khususnya pada film ‘The Adventure of Tintin’ dan ‘The Hobbit’.
“Setiap film ada kesannya masing-masing, yang paling berkesan itu karena Tintin film pertama yang saya kerjain, sedangkan Hobbit karena deadline nya yang Cuma 3-4 bulan,” ungkapnya.
Memang kesuksesan tidak ada yang instan, Rini sendiri selalu berusaha dan tidak pernah putus asa dalam industri ini. Saat ini Rini membuka sekolah animasi online ‘FlashFrame Workshop’ dengan tujuan semua muridnya akan dibimbing oleh guru-guru dengan pengalaman internasional.
“Animasi Tintin saya kerjainnya dalam waktu 1 tahun, dan itu hanya menghasilkan adegan selama 4 menit,” curhat Rini saat workshop FILMARES Expo 2014 di Jiexpo kemayoran, Jakarta, Rabu (26/11/14).
Sebuah film animasi, baik itu animated feature seperti 'Shrek', 'Kungfu Panda', dan 'Toy Story' atau VFX animation seperti 'Iron Man', 'Transformers' dan 'The Avengers', melibatkan sangat banyak artis dengan berbagai macam disiplin yang berbeda.
Dalam tahap produksi, terdapat job title Modeler, Rigger, Animator, FX/Simulation Artist, Lighter & Compositor. Jadi tidak semuanya disebut 'animator', meskipun mereka semua memang terlibat dalam sebuah film animasi.
Sementara untuk yang memiliki job title Animator, perannya adalah menggerak-gerakan karakter digital, sesuai dengan keinginan dari sang sutradara. Tanggung jawabnya adalah memberikan 'ilusi kehidupan' terhadap karakter digital tersebut, sehingga penonton menjadi percaya kalau mereka benar-benar hidup dan memiliki 'soul'.
“Tugas saya gerakin karakter, dan ini real buatan saya, saya gabung menjadi sebuah portofolio. Portofolio itu sangat penting,” lanjut wanita lulusan S2 dari Academy of Arts di San Francisco, California.
Selain itu, Rini sempat pindah-pindah studio, sampai tempat tinggal untuk menambah jam terbangnya. Ia juga menjadi salah satu animator yang dimintai jasanya dalam pembuatan film ‘Iron Man 3’. Pengalaman dan portofolio berlabel internasional pun kian bertambah.
Setelah terlibat dalam pembuatan beberapa film Hollywood, Rini memiliki kesan tersendiri dari setiap projek yang ia kerjakan, khususnya pada film ‘The Adventure of Tintin’ dan ‘The Hobbit’.
“Setiap film ada kesannya masing-masing, yang paling berkesan itu karena Tintin film pertama yang saya kerjain, sedangkan Hobbit karena deadline nya yang Cuma 3-4 bulan,” ungkapnya.
Memang kesuksesan tidak ada yang instan, Rini sendiri selalu berusaha dan tidak pernah putus asa dalam industri ini. Saat ini Rini membuka sekolah animasi online ‘FlashFrame Workshop’ dengan tujuan semua muridnya akan dibimbing oleh guru-guru dengan pengalaman internasional.
Komentar
Posting Komentar